SAKARIAS MORUK, Kepala BKD Prov. NTT
Kupang, A1-Channel.com -- Diduga ada penyalahgunaan/penyelewengan alias penyimpangan penggunaan dana bagi hasil pajak rokok tahun 2020 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, khususnya Badan Keuangan Daerah (BKD) Provinsi NTT senilai Rp 372. 574. 738. 595 (Tiga Ratus Tujuh Puluh Dua Milyar Lima Ratus Tujuh puluh Empat Juta Tujuh Ratus Tiga Puluh Delapan Ribu Lima Ratus sembilan Puluh Lima Rupiah).
Menurut BPK RI, penyimpangan tersebut berupa realisasi pembayaran insentif upah pungut pajak rokok senilai Rp.10,2 M oleh BKD NTT, yang seharusnya tidak boleh dibayarkan, karena bertentangan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2020 no.91b/LHP/XIX.KUP/05/2021 tertanggal 17 Mei 2021 mengungkapkan adanya penyalahgunaan/penyimpangan alias penyelewengan dana bagi hasil pajak rokok yang disetorkan pemerintah pusat (dhi. Direktur Jendral Perimbangan) ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi NTT.
BPK merincikan, dana sebesar Rp. 372,5 M tersebut disetor ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi NTT sebanyak 5 kali, yakni 1) Pada tanggal 23 April 2020, Rp 52.496 904.940; 2) Pada tanggal 23 April 2020, Rp 83.254.718.197; 3) Pada tanggal 3 Agustus 2020, Rp 90.502.543.255; 4) Pada Tanggal 2 Oktober 2020, Rp 75.813.981.837; dan 5) Pada tanggal 21 Desember 2020, Rp 69.496.592.366.
Berdasarkan realisasi pajak rokok tersebut, BKD NTTmerealisasikan belanja upah pungut insentif pajak rokok senilai Rp 8.196.336.392. Selain itu, BKD NTT juga merealisasikan pembayaran utang insentif upah pungut pajak rokok tahun 2019 senilai Rp 2.019.163. 824. Dengan demikian, total realisasi belanja insentif upah pungut pajak rokok, adalah senilai Rp 10.215.500.216 (Rp 10,2 M)
Kepala BKD NTT, Sakarias Moruk yang dikonfirmasi tim media ini pada Sabtu (23/4/22) melalui pesan Whats App (WA) mengatakan, akan memberikan penjelasan pada Senin (25/4/22). Namun ketika dimintai kesediaanya untuk wawancara, Moruk hanya menjawab pertanyaan wartawan sebelumnya tentang dasar pembayaran insentif upah pungut pajak rokok.
Ia merincikan, dasar pembayaran insentif pajak rokok : 1) UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 2) PP No. 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah; 3) PMK No.41/PMK.01/2016 tentang perubahan ke dua atas PMK No. 115/PMK .07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok; 4) Perda No.21 Tahun 2020 tentang perubahan ke dua atas Perda No.2 tahun 2010 tentang Pajak Daerah; 5) Pergub No.58 tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Insentif.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut melalui pesan WA, apakah BKD NTT juga melakukan aktivitas pemungutan pajak rokok? Moruk tidak menjawabnya walaupun telah membaca pesan tersebut dan sedang online. Hingga berita ini ditayangkan, Moruk tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Penjelasan Moruk tentang dasar pembayaran upah pungut tersebut justru bertentangan dengan temuan BPK RI. Menurut BPK RI, pembayaran insentif upah pungut pajak rokok tersebut justru tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang disebutkan Moruk.
BPK RI memaparkan, realisasi pembayaran upah pungut tersebut tidak sesuai dengan:
1. Undang-Undang Normor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pasal 27: Ayat (3) yang menyatakan bahwa pajak rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok; Ayat (4) yang menyatakan bahwa Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk
2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada:
a) Pasal 1 angka 5 yang menyatakan bahwa Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya;
b) Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa Insentif diberikan kepada Instansi Pelaksana Pemungutan Pajak dan Retribusi;
c) Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa Instansi Pelaksana Pemungutan Pajak dan Retribusi dapat diberi Insentif apabila mencapai kinerja tertentu.
3. Peraturan Daerah NTT Nomor I Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah pada Pasal 49 ayat (3) yang menyatakan bahwa Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang menungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
4. Pergub NTT Nomor 52 Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Gubernur NTT Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi, yakni pada:
a) Pasal l angka 15 yang menyatakan bahwa pemungutan adalah suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya;
b) Pasal 2 yang menyatakan bahwa insentif pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diberikan kepada lnstansi Pelaksana Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
5. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41/PMK.07/2016 tentang perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Taya Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok pada Pasal 2 ayat (4) yang menyatakan bahwa Pemungutan Pajak Rokok lingkungan oleh Kantor Bea Cukai bersamaan dengan pemungutan Cukai Rokok. (A121/tim)