A1-Channel.com - Gubernur NTT Dr.Viktor Bungtilu Laiskodat beserta rombongan saat ini sedang melaksanakan kunjungan kerja ke kepulauan Flores yang dijadwalkan sejak tanggal 8 s/d 23 April 2022, jelang berakhirnya musim penghujan di NTT.
Dalam kunjungan tersebut, Gubernur NTT selain untuk melihat langsung keadaan masyarakat serta potensi yang ada di Kepulauan Flores, juga menggemakan beberapa program unggulan NTT, seperti Program Qris Bank NTT, Kredit Mikro Merdeka Bank NTT, Pinjaman Daerah kepada Bank NTT dan yang paling utama adalah Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang merupakan salah satu program unggulan Gubernur NTT yang berhasil meraih gelar Doktor dari Universitas Satya Wacana Salatiga.
Secara garis besar, yang saya pahami dari Program TJPS adalah dengan kita menanam jagung, maka kemudian daun dan batangnya akan dipakai sebagai pakan ternak sapi. Yang menjadi persoalan adalah masa tanam sampai dengan panen Jagung membutuhkan waktu 80 sampai 120 hari sedangkan ternak sapi membutuhkan makanan setiap hari tidak menunggu panen jagung baru makan, Kecuali jika program ini dimulai, sudah terintegrasi dengan pabrik pakan, sehingga kebutuhan pakan ternak sapi dapat di suplai sebelum tiba masa panen jagung.
Lancang rasanya bila saya hanya sekedar asal bicara, Kami pun pernah punya pengalaman uji coba, untuk Tanam Jagung Panen Sapi dan hasilnya gagal total.
Jika berkaca dari kejadian tersebut maka yang terjadi adalah kami jual sapi untuk tanam jagung. Beberapa hambatan yang kami temui di lapangan, yang jadi keengganan petani menanam jagung, apalagi untuk sampai pada tahap "Panen Sapi" adalah
Yang pertama mengenai Luasan lahan, kebanyakan petani kita tidak memiliki lahan sampai degan 1 ha (hektar). Yang Kedua harga bibit jagung yang mahal, setelah jagung lokal sudah sangat langka.
Kami telah melakuan uji coba pada lahan 5000m2 (1/2 hektar) pada areal sawah tadah hujan di Kabupaten Manggarai Barat, dengan rincian sebagai berikut; Pembuatan pagar, menghabiskan dana sebesar 3,5 juta rupiah (Membuat Pagar yang kuat untuk mengantisipasi kebiasaan yang terjadi di Kab. Mabar, setelah usai masa panen padi, "Ternak dibiarkan bebas berkeliaran")
Sewa traktor dan rapikan bedeng, untuk persiapan menanam jagung Rp 700 ribu. Beli bibit jagung, 2,4 juta/20kg.
Saat melakuan tanam pertama ternyata gagal karena disebabkan Hama yang sebelumnya tidak kami antisipasi (Hama tikus, memakan tunas jagung yang baru saja tumbuh).
Tanam lagi yang baru lagi dengan memakai sisa stok bibit lama dan menambah ongkos tanam 200 Ribu serta beli racun tikus, 150 ribu total pengeluaran tanam ke dua senilai 350 ribu.
Habiskan hampir 700 ribu untuk biaya perawatan, termasuk 4 kali sewa mesin sedot air untuk menyiram tanaman jagung
Saat Panen, berhasil mendapat 1,6 ton Jagung biaya untuk memanen jagung senilai 350 ribu. Harga jual jagung Rp 3200/kg. Dapat hasil Rp 5,2 juta (Lima Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) sedangkan total Pengeluaran mencapai. Rp 7,6 juta (Tujuh Juta Enam Ratus Ribu Rupiah) SAPA MO HELP? Dengan keadaan ini, kami jadi paham jika kebanyakan petani, 'pasrah' pada kemurahan alam untuk menunggu musim tanam padi berikutnya saja.
Daripada cari masalah seperti uji coba yang telah kami lakukan yang butuh modal setara dengan "Jual Sapi untuk Tanam Jagung".
Harapan saya agar program ini dapat berhasil, harus ada proyek percontohan, minimal 1 lokasi untuk setiap kecamatan. Yang didukung dengan koordinator penyuluhan, pembuatan pupuk organik, dan simulasi kredit, bila perlu termasuk asuransi gagal panen. Jadi, orang bisa langsung belajar disana, dan berani memulai program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) tersebut sehingga bisa berjalan sesuai rencana dan yang diharapkan. Bukan hanya orang dinas saja yang paham mekanismenya, kemudian jadi kenangan proyek 'masa lalu' setelah selesai masa jabatan Gubernur.
Sebagai catatan kritis kegagalan yang kami alami saat ujicoba Tanam jagung Panen Sapi di Manggarai Barat ternyata bukan hanya kami saja yang mengalami. Bahkan program Tanam Sapi Panen Jagung (TJPS) ini juga menjadi sorotan tajam Anggota DPRD Provinsi NTT, seperti yang dilansir dari media Suara Flobamora.Com.
Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dinilai gagal total alias ‘Gatot’ karena program yang ‘menanam’ uang sebesar Rp 25 Milyar dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD NTT Tahun Anggaran (TA) 2019 (hasil refucossing anggaran, red) tersebut, hanya menghasilkan/memanen sapi sebanyak 412 ekor.
Demikian penilaian Anggota DPRD NTT, Viktor Mado Watun (dari Fraksi PDIP, Dapil Flotim, Lembata, Alor) dan Anggota DPRD NTT, Yohanes Rumat (dari Fraksi PKB, Dapil Manggarai Raya) kepada Tim Media ini secara terpisah.
Menurut Watun dan Rumat, Pemprov NTT harus berjiwa besar untuk mengakui pelaksanaan program TJPS yang mengalami gagal total alias ‘gatot’.
“Kami menilai program TJPS itu gagal total. Kalau Pemprov NTT ‘tanam’ uang Rp 25 M untuk TJPS tapi hasil panen jagungnya hanya bisa membeli 400-an ekor sapi. Kalau seperti ini yach… jelas gagal total. Anak kecil pun akan menilai gagal total,” tandas Mado Watun.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT ini menjelaskan, anggaran Rp 25 M untuk TJPS tersebut, jika dipakai untuk membeli bibit sapi bali seharga Rp 5 juta/ekor, maka akan menghasilkan sebanyak 5.000 ekor sapi. “Kenapa harus repot-repot tanam jagung untuk beli sapi? Kalau mau panen sapi dengan pola pemberdayaan masyarakat yach … gunakan anggaran Rp 25 M itu untuk beli 5.000 ekor sapi dan dibagikan kepada petani-peternak untuk dipelihara. Paling lama 2 tahun, pasti mereka sudah kembalikan modal dan bunganya untuk menambah PAD,” bebernya.
Menurutnya, ketersediaan lahan dan air untuk menanam jagung di musim panas sangat terbatas. “Jadi tidak bisa dipaksakan hingga 40 ribu Ha setahun. Yang 10 ribu Ha tahun 2020 saja hanya sekitar 1.000 Ha atau hanya 10% saja yang ditanam. Kenapa uang sebanyak itu dipakai untuk tanam jagung dimusim panas yang sudah pasti gagal karena kekeringan,” ungkapnya.
Mado Watun mempertanyakan pihak yang bertanggungjawab atas penggunaan uang negara yang terkesan dihambur-hamburkan untuk kegiatan TJPS. “Lalu siapa yang bertanggungjawab terhadap penggunaan uang sebanyak itu yang hanya menghasilkan sapi 400-an ekor. Ingat, judulnya Tanam Jagung Panen Sapi … bos! Bukan Tanam Jagung panen babi, kambing apalagi ayam,” kritik Mado Watun.
Penulis = Doni Parera (Penggiat Literasi)