Foto : Crist M. B. Johannes, SH., Branch Manager PT. Sinar Mas Finance |
Kupang, A1-Channel.com -- Branch Manager PT. Sinarmas Multi Finance Cabang Kupang (SMMF), Crist B.M. Johannis, SH memberikan penjelasan mengenai marak-nya pemindatanganan barang jamiman fidusia dari pihak kedua (Debitur) kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan hukum dengan pihak pertama (Kreditur)
Menurut Christ, Debitur (pihak ke 2) terancam pidana dan perdata apabila melakukan transaksi jual/beli, sewa, gadai atau mengalihkan kendaraan bermotor yang masih dalam masa kredit yang terikat dengan UU fidusia tanpa seizin perusahaan pembiayaan atau kreditur.
Tak hanya untuk Debitur (pihak ke 2) bagi pihak ketiga (yang membeli kendaraan dari ke 2), pun terancam dipidanakan dan diperdatakan, Karena pihak bank/leasing (Kreditur) tetap akan meminta pertanggung jawaban kepada pihak kedua (pemilik mobil) sesuai dengan kontrak/perjanjian. Hal ini diungkapkan oleh Branch Manager PT. Sinarmas Multifinance Cabang Kupang Christ BM Johannis, SH.
"Kepada para pihak yang melakukan hal tersebut akan dikenakan sanksi pidana. Bagi penjual yang melanggar bakal dijerat Pasal 372 KUHP dan Pasal 36 UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
Sedangkan bagi pembeli yang melanggar bakal dijerat dengan Pasal 480 KUHP tentang
penadahan," jelas Christ
Christ melanjutnya, take over barang Fidusia di bawah tangan, tidak menghapuskan kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya kepada bank/leasing.
"Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan, tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut," jelasnya.
Selain menjelaskan soal pemindah tanganan kendaraan tanpa sepengetahuan kreditur, Christ yang merupakan Branch Manager PT. SMMF, menerangkan bahwa Kalangan perusahaan pembiayaan atau leasing yang tergabung dalam Asosiasi Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021 yang keluar pada 31 Agustus 2021.
Putusan MK itu dinilai sangat membantu
kelangsungan Bisnis Industri Pembiayaan,
terutama untuk menekan pembiayaan Macet (Non Performing Finance/NFP).
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan jaminan fidusia melalui pengadilan hanya alternatif. Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur. Hal itu tertuang dalam putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021.
Sehingga apa yang menjadi perdebatan atau
multitafsir selama ini menurut putusan MK
Nomor 18/PUU-XVII/2019 sangat berdampak
kepada leasing saat akan melakukan eksekusi jaminan fidusia yang mana debitur macet selalu mencari alasan bahwa dasar eksekusi jaminan fidusia hanya harus mengikuti tahapan pada Persidangan di pengadilan.
Sebagai salah satu pimpinan cabang perusahan multifinance, Christ menerangkan bahwa dirinya sangat mengapresiasi hasil putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021. "Dengan adanya keputusan MK, maka Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan ekskutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap," kata Christ.
"Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia melalui pengadilan sesungguhnya hanya sebagai alternatif yang dapat dilakukan jika tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik
berkaitan dengan wanprestasi maupun
penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur ke kreditur," pungkas Crist B.M. Johannis, SH.(A121)