Foto : Robert Enok, Ketua JMSI |
KUPANG. A1-Channel.com - Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi NTT mengecam sikap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten TTU, Provinsi NTT Robert Lambila, SH, MH dan kroni-kroninya (anak buahnya, red) yang secara sewenang-wenang memeriksa dan menyita ponsel FN, Wartawan FaktahukumNTT.com. Penyitaan HP wartawan tanpa Surat Panggilan Pemeriksaan dan Surat Penyitaan dari Pengadilan tersebut telah melanggar Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan bentuk pelanggaran HAM oleh Kejari TTU.
Demikian dikatakan Ketua JMSI NTT, Robert S. Enok kepada Tim Media ini pada Senin (20/03/2023) di Kupang, menyikapi adanya pengaduan yang disampaikan Wartawan FN kepada JMSI (sebagai organisasi konstituen Dewan Pers yang menaungi Perusahaan Pers khusus media siber, red) yang diterima pihaknya pada hari itu.
"Kami mengecam pemeriksaan terhadap wartawan FN dan penyitaan hp-nya oleh Kajari TTU serta anak buahnya. Ini jelas-jelas menghambat kerja-kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, bahwa 1) Kemerdekaan Pers dijamin sebagai Hak Asasi warga negara; 2) Terhadap Pers tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran; 3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; dan 4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak,” ujar Enok.
Enok mengingatkan Kajari Lambila dan kroni-kroninya bahwa Pelanggaran terhadap pasal tersebut dapat dipidana. “Harus diingat, sesuai Pasal 18 UU Pers, pelanggaran terhadap pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” tegasnya.
Selain itu, jelas Enok, penyitaan tersebut melanggar aturan hukum karena masuk kategori perampasan barang secara tidak berhak dan bentuk kesewenang-wenangan jaksa. “Wartawan FN diperiksa penyidik Kejari TTU tanpa Surat Panggilan dan HP-nya disita tanpa menunjukan Surat Penyitaan dari Pengadilan. Ini tindakan sewenang-wenang dan perampasan alat kerja wartawan. Kami mengecam tindakan jaksa yang sewenang-wenang karena ini juga bentuk pelanggaran HAM,” tandas Robert.
Berdasarkan pengaduan wartawan FN, jelas Enok, pemeriksaan dan penyitaan hp pada Jumat, 10 Februari 2023 itu dilakukan pasca diajak minum kopi dan makan siang oleh Kasipidsus Kejari TTU, Hendrik Tiip, SH.
Dari warung, lanjut Robert, wartawan FN diarahkan ke kantor Kejari TTU oleh Hendrik Tiip. Setelah diperiksa dan diintimidasi serta dipaksa untuk mengakui pertanyaan yang dilontarkan penyidik hingga tengah malam, HP milik FN yang sehari- hari dipakainya untuk bekerja (merekam/membuat/menyimpan rekaman/vidio wawancara, menyimpan file, mengetik berita dan posting berita serta kerja jurnalistik lainnya, red), disita secara sepihak tanpa menunjukan surat penyitaan dari pengadilan.
“Padahal seharusnya, surat panggilan tersebut dikeluarkan Kejari TTU dan disampaikan secara patut kepada FN, 3 hari sebelum pemeriksaan. Surat Panggilan itu saja tidak ada, bahkan baru diberikan kepada wartawan FN pada tanggal 21 Februari 2023. Kok bisa yah Pak Kajari, surat panggilan diberikan 11 hari setelah wartawan FN diperiksa? Saya juga yakin bahwa HP tersebut tanpa surat penyitaan dari Pengadilan. Surat panggilan saja tidak ada, jadi tidak mungkin ada surat penyitaan?,” ungkapnya.
Mirisnya, kata Enok, penyitaan HP Jurnalis yang dilakukan oleh kejaksaan terkait erat dengan pemberitaan yang ditulis oleh wartawan FN tentang kasus dugaan korupsi yang ditayang di media siber FaktahukumNTT.com
Menurut pengaduan yang diterima Pihak JMSI, papar Enok, wartawan FN sempat menolak penyitaan ponsel tersebut namun Kajari TTU Robert Jimmy Lambila, S.H., M.H., memerintahkan Jaksa Andre P. Keya segera mengambil secara paksa handphone milik FN. “Padahal HP ini alat kerja untuk melakukan peliputan dan kerja jurnalistik. Dan, pada akhirnya FN tak kuasa menolak untuk membocorkan sandi HP tersebut,” bebernya.
FN sempat mempertanyakan alasan terkait penyitaan HP, akan tetapi menurut Kasi Pidsus Kejari TTU, Andre Keya, penyitaan HP tersebut sudah sesuai dengan mekanisme. “Kurang lebih 11 jam pasca ponsel itu dfuambil paksa jaksa, baru diterbitkan surat penyitaan barang berupa HP dari Kejari TTU (tidak ada surat penyitaan dari pengadilan, red),” ungkap Enok.
FN mengaku, kata Enok, hingga saat ini HP-nya belum dikembalikan. “Dia juga tidak mengetahui apa yang telah dilakukan para jaksa tersebut selama ponselnya disita. Ini Ada indikasi upaya mengakses ponsel milik FN secara ilegal. Ini jelas-jelas melanggar pasal 4 UU Pers dan dapat dipidana,” tandasnya.
JMSI NTT menilai perbuatan jaksa ini menghalangi kerja-kerja Wartawan seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Atas apa yang dilakukan, Jaksa tersebut bisa dikenakan Pasal 18 ayat 1 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),” kutip Enok.
JMSI NTT menuntut Kajari meminta maaf atas tindakan yang dilakukan terhadap FN dan meminta Kejaksaan Agung segera mengevaluasi Kajari TTU dan juga memberi sanksi kepada jaksa-jaksa yang ikut terlibat menyita ponsel FN. "Kami meminta Jaksa Agung, khususnya Jamwas untuk mengevaluasi Kajari TTU, Robert Lambila sebagai Kajari Terbaik seluruh Indonesia dan kroni-kroninya karena telah mengintimidasi dan mengkriminalisasi wartawan FN, menghalang-halangi tugas jurnalistik, dan melakukan tindakan sewenang-wenang (abuse of power)," tegas Robert.
Terkait hal ini ketua JMSI NTT melalui pesan Whatsapp meminta klarifikasi terkait persoalan tersebut dengan mengajukan 3 pertanyaan antar lain:
1.Ijin klarifikasi terkait penyitaan hp wartawan yang tidak prosedural?
2. Wartawan dipaksa harus mengakui bahwa ia tahu tentang embung nefoboko tujuan apa pak mohon penjelasannya?
3. Sebagai wartawan kami merasa dilecehkan oleh pihak kejaksaan negeri TTU, mohon penjelasan?
Kajari TTU menanggapi dengan mengatakan bahwa perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan dan meminta medis untuk meliput sidang dakwaan dan pembuktiannya. "Selamat pagi, perkara sudah kami limpahkan ke pengadilan, silahkan ikut sidang dakwaan dan pembuktiannya", jawab Kajari TTU.
Menanggapi pernyataan Kajari TTU, Ketua JMSI NTT menegaskan; pertama, dirinya tidak mempersoalkan proses persidangan perkara di Pengadilan Tipikor. “Yang kami sesali sebagai wartawan, tindakan yang diambil pihak Kejaksaan sudah melanggar undang-undang pers tentang menghalang halangi wartawan dalam menjalankan tugasnya. Mohon penjelasannya,” tandasnya.
Kedua, penyitaan HP milik wartawan FN itu sudah sangat tidak prosedural. “Mengapa hp wartawan disita? Ini kan sudah melanggar UU Pers. Mohon penjelasannya? Pasalnya, semua rahasia mengenai nara sumber kita lindungi secara UU Pers dan tidak bisa diketahui oleh siapapun. Namun karena HP wartawan FN sudah disita, itu artinya ada indikasi rahasia nara sumber telah diakses karena itu mohon penjelasannya," tulis Robert Enok kepada Kajari TTU.
Namun Kajari Lambila tidak menjawab pertanyaan itu, malah yang langsung memblokir nomor ponsel Ketua JMSI NTT, Robert Enok. (A121/tim)