FOTO : Drs. Umbu S. Pateduk saat bersua dengan Bapa Uskup Waitabula |
Waibakul, Sumba Tengah A1-Channel.com - Kalau Tuduhan terhadap Syahrul Yasin Limpoh, berkaitan dengan Proyek Food estate maka KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Harus datang ke Sumba Tengah untuk melihat secara langsung jejak, sehingga tidak ada dusta diantara kita.
Pernyataan tersebut, diungkap mantan orang nomor 1 (Satu), sosok berkharisma yang memimpin Kabupaten Sumba Tengah selama 2 (dua) periode (2008 -2013, 2013 - 2018) Drs. Umbu Sappi Pateduk, dalam perbincangan di grup WA, berkaitan dengan digeledahnya rumah Menteri Pertanian oleh KPK, beberapa waktu yang lalu.
Umbu Pateduk, memastikan, untuk program Food Estate di Sumba Tengah, tidak ada infrastruktur irigasi, tidak ada sumur bor yang memiliki air yang cukup untuk mengairi sawah petani, terutama pada saat masim kemarau seperti sekarang ini. Selain itu, terkait dengan pengadaan 10 ribu ekor itik yang di bagikan juga sudah tidak ada bekasnya
Menurut Pateduk hal tersebut dapat dibuktikan karena sampai hari ini, tidak terjadi Surplus pangan, buktinya beras yg dijual di Sumba Tengah beras dari luar. Kalau betul terjadi surplus pangan mestinya orang Sumba Tengah tidak kesulitan mendapatkan Dedak/Pau untuk pakan babi.
Selain itu meski sudah ada penambahan Alsintan (Alat dan mesin Pertanian) seperti traktor, Mesin panen padi (Combine Harvester) namun tidak terjadi peningkatan produksi padi sawah, rata-rata produksi masih tetap 4 (empat) sampai 5 (lima) ton per hektar.
Tokoh Panutan Masyarakat Sumba Tengah ini menyarankan agar KPK harus datang ke Sumba Tengah, karena ada kisah tragis di balik harumnya Nama Bukit Jokowi, ada bau yang sangat menyengat, Tanah yang diatasnya dibangun jalan hotmix dan Rumah Lopo, hingga saat ini belum ada pembayaran ganti rugi maupun ganti untung, yang mendapat keuntungan dari program Food Estate di Sumba Tengah justru pihak ke 3 (tiga) yakni para kontraktor yang mengadakan Alsintan, Bibit Padi, Bibit Itik dan Pupuk.
Umbu Pateduk, pun menegaskan bahwa Sebenarnya kalau mau jujur kesalahan yang sangat mendasar adalah Food Estate tidak atas dasar data base ang jujur atau benar. Tidak semata mata hanya berdasarkan angka - angka, tidak diperlukan rekayasa sosial masyarakat setempat.
Ia mencontohkan, orang bekerja sawah di Sumba harus punya uang kalau tidak punya uang tidak bisa kerja sawah, karena membajak harus bayar, cabut bibit harus bayar dan beri makan, tanam harus bayar ongkos tanam dan makan, pupuk harus beli, Kalau tidak ada uang maka berhutang dan akan dibayar setelah panen.
Semua hal tersebut disebabkan Gotong Royong sudah tidak ada lagi. Jadi diperlukan evaluasi yang menyeluruh atas dasar data benar dan menyeluruh, Karena Food Estate baik dalam angka ketahanan pangan untuk kesejahteraan masyarakat.
Kemudian perlu juga dipikirkan penganekaragaman bahan pangan, misalnya ubi jalar. Pisang, keladi, singkong, porang, ternak kambing dan lain-lain. Selai itu pula untuk menolong ekomi rakyat perlu dikembangkan tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, mete dan kemiri.
Perlu diketahui Tingkat kesuburan tanah di Sumba tidak sama dengan Tanah di Flores, NTB maupun Bali. Karena wilayah Sumba bukan merupakan jalur gunung berapi. sehingga diperlukan pupuk organik untuk menambah kesuburan tanah.
Kesalahan terbesar dalam Food Estate adalah mengintrodusir penggunaan pupuk kimia secara masif dan sistimatis sehingga sebagian besar petani yang memiliki kesadaran menjual pupuk urea kemudian membeli pupuk organik atau uangnya untuk sewa tenaga kerja.
Oleh karena itu menurut Drs. Umbu S. Pateduk yang saat ini terdaftar sebagai Caleg (Calon Legislatif) nomor Urut 4 (empat) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk DPR RI dari dapil (Daerah Pemilihan) 2, yang meliputi wilayah Timor, Rote, Sabu dan Sumba, Selain data-data dalam bentuk angka-angka, maka sangat dibutuhkan rekayasa sosial, perlu diketahui etos kerja orang Sumba Tengah dan harus dipastikan siapa yg menerima atau menikmati bantuan dalam Program Food Estate.
Apakah orang miskin betul-betul punya sawah? Umbu Pateduk, merasa curiga, karena berdasarkan pengalamannya sebagai petani sawah di Sumba Tengah, 1 hektar jika menghasilkan sampai 5 ton gabah kering, maka itu hanya bisa untuk kembali modal dan cukup untuk makan saja setelah dikurangi dengan biaya produksi, Kecuali punya lahan 5 hektar baru petani bisa untung.
Dan perlu pula diketahui bahwa di Sumba Tengah 90 % (persen) adalah sawah tadah hujan. Yang artinya orang baru bisa menggarap sawah pada saat musim penghujan saja, Berbeda dengan persawahan di wilayah Sumba Timur, masih ada sawah Irigasi, di Sumba Tengah hanya 5 sd 10 % saja yang merupakan sawah irigasi ( sekitar 100 sampai dengan 250 hektar "tidak termasuk dalam food estate"), selebihnya sekitar 5 ribu sampai 10 ribu hektar adalah sawah tadah hujan (@Lihat Buku Kabupaten Dalam Angka Kab. Sumba Tengah Ada sedikit Sawah Irigasi di BEWI Kecamatan Mamboro bisa tanam 2 sampai 3 kali)
Drs. Umbu Sappi Pateduk menggaris bawahi pernyataannya dengan pertayaan, Apakah ada indikasi korupsi di Sumba Tengah silahkan orang atau Lembaga seperti KPK, Polisi, Jaksa melakukan penyedikan yang terbuka dan benar, Hukum harus ditegakkan. (#PaulAdrianAmalo)