Foto : Marsel Ahang Ketua LSM (Lembaga Swadaya Masyaraka) LPPDM NTT (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat Nusa Tenggara Timur). |
Kupang, A1-Channel.com -- Majelis Hakim Dalam Sidang Gugatan Izhak Eduard Rihi melawan Seluruh Pemegang Saham PT. BPD NTT memutuskan menerima rekaman pembicaran dan tidak memperdengarkan rekaman pembicaraan dalam sidang, Aktivis minta Izhak Edward Rihi, Lapor Pidana Pencucian Uang.
"Dalam sidang secara gamblang sudah terbuka siapa saja yang ada dalam rekaman dan kenapa sampai ada rekaman itu karena pastinya berhubungan dengan pengelolaan uang milik daerah, jadi kalau Kuasa Hukum Bank NTT berdalih soal aturan 6 bulan rekaman kadaluarsa, maka sebaiknya Izhak Rihi laporkan pidana pencucian uang, biar terang benderang bila benar dalam rekaman ada menyangkut Bank NTT, Bank Milik Pemerintah", tegas Marsel Ahang Ketua LSM (Lembaga Swadaya Masyaraka) LPPDM NTT (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat Nusa Tenggara Timur).
Marsel, menjelaskan bahwa dalam UU (Undang - Undang) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pada Pasal 38 menerangkan, Alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
c. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7.
Dalam Pasal 1 angka 7, yang dimaksud dengan Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. tulisan, suara, atau gambar;
b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Lebih lanjut Marsel menerangkan bahwa Dalam pelaksanaan tindak pidana pencucian uang jika mengacu pada Peraturan Bank Indonesia, Nomor 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. DI bagian keenam pasal 21 yang mengatur terkait POLITICALLY EXPOSED PERSON DAN AREA BERISIKO TINGGI (Orang yang terkena politik dan area yang beresiko tinggi) secara jelas memuat bahwa Bank wajib memastikan adanya Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP; Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP dibuat dalam daftar tersendiri;.
Dalam hal Nasabah atau Beneficial Owner tergolong berisiko tinggi atau PEP, Bank wajib melakukan: EDD secara berkala paling kurang berupa analisis terhadap informasi mengenai Nasabah atau Beneficial Owner, sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihakpihak yang terkait; dan pemantauan yang lebih ketat terhadap Nasabah atau Beneficial Owner.
Oleh karena hal tersebut diatas maka sebaiknya Izhak Eduard Rihi melakukan pelaporan dugaan tindak pidana pencucian uang, apabila dalam rekaman termuat jelas pengaturan tentang transaksi keuangan, tegas Marsel Ahang, Ketua LSM yang juga berprofesi sebagai Advokat.
Untuk diketahui, dalam sidang gugatan Perdata yang digelar pada hari Rabu, (04/09/2023), selain menyerahkan Flashdisk hasil rekaman, kuasa hukum dari Izhak Eduard Rihi (mantan dirut Bank NTT) juga menyerahkan keterangan ahli yang sudah diaktakan, simak keterangan ahli Bahasa dan Linguistik, Prof. Dr. Drs. Simon Sabon Ola, M.Hum dari Universitas Nusa Cendana Kupang, terkait isi dalam rekaman pembicaraan.
Pada hari ini, Kamis, Tanggal Dua Puluh Empat Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Dua Puluh Tiga, pukul 15.00 WITA, saya Profesor Doktor Doktorandus SIMON SABON OLA Magister Humaniora, Pangkat Pembina Utama Madya, Golongan IVd, Jabatan Guru Besar/ Dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Nusa Cendana, sebagai Ahli Bahasa sesuai dengan bidang studi/keahlian jenjang pendidikan, spesifikasi keilmuan, dan jenjang jabatan akademik saya dengan ini mencermati, mengaji, dan menganalisis pembicaraan dari transkripsi rekaman. Kajian dan analisis dilakukan oleh Ahli Bahasa berdasarkan Surat Tugas Dekan FKIP Undana Nomor 6644/UN15.13/KP/2023 tanggal 24 Agustus 2023 atas permintaan Sdr. Izhak Eduard yang difokuskan pada Perbuatan Melawan Hukum, melawan Gubernur Nusa Tenggara Timur/ Pemegang Saham Pengendali PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur, dkk.
Kajian untuk Keterangan Ahli ini difokuskan pada Data Rekaman yang sudah ditranskripsikan setelah melalui pemeriksaan/ uji forensik oleh Ahli ITE yang menyatakan bahwa data rekaman dimaksud adalah asli berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Barang Bukti tertanggal 12 Agustus 2021
Analisis Percakapan merujuk pada Teori Semantik, bahwa setiap ekspresi lingual/ ekspresi kebahasaan mengandng makna dan maksud. Teori Semantik yang menjadi rujukan dalam analisis untuk Keterangan Ahli terdiri dari: (1) Semantik Struktural, bahwa setiap bentuk kebahasaan mengandung makna/ arti, dan (2) Semantik Wacana, bahwa bahasa dalam penggunaannya merupakan satu kesatuan bentuk yang mengandung maksud sebagai satu kesatuan gagasan. Dalam konteks ini, ekspresi kebahasaan dalam percakapan para pelibat akan dianalisis makna terujar/ tertulis (tersurat), dan maksud yang tersirat sebagai konteks kewacanaan; Di samping itu, rangkaian seluruh bentuk/ unsur kebahasaan saling memberikan dan memastikan, sekaligus memperkuat/ mempertegas makna dan maksud. Prinsip wacara (discourse), bahwa setiap ekspresi kebahasaan, baik lisan maupun tulisan mengandung satu gagasan/ ide pokok (main idea) dan diperjelas oleh dua atau lebih gagasan pendukung (supporting idea). Dengan demikian, tidak semua ekspresi kebahasaan yang disampaikan oleh para pelibat dianalisis dalam Keterangan Ahli ini.
Analisis terhadap percakapan ini difokuskan pada Perbuatan Melawan Hukum secara perdata. Hal ini terkait dengan tindakan verbal/kata-kata/ bahasa oleh para pelibat percakapan yang mengandung Perbuatan Melawan Hukum. Perbuatan Melawan Hukum, menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah tindakan yang merugikan orang lain dan mengharuskan pelaku yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut untuk menggantinya. Tindakan yang merugikan yang dimaksudkan dalam analisis ahli ini ialah Tindakan Verbal/ Tidakan Bahasa/ Ekspresi Verbal. Tindakan Verbal sebagaimana dimaksud dalam Keterangan Ahli ini yang diverifikasi mengandung Perbuatan Melawan Hukum merupakan ranah dan kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH). Ahli Bahasa hanya menganalisis Transkrip Percakapan sebagai bentuk Tindakan Verbal dari perspektif Ilmu Bahasa (Linguistik) yang difokuskan pada makna/ arti secara tersurat/ tertulis (letterlijk), dan maksud secara tersirat.
Pelibat percakapan yang disoroti, yakni: (1) Viktor Bungtilu Laiskodat/ Gubernur Nusa Tenggara Timur/ Pemegang Saham Pengendali PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (disingkat: PSP); (2) Izhak Eduard/ Dirut PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (disingkat: DIRUT); dan (3) Junevile Jodjana/ Komisaris Utama PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (disingkat KOMUT)
Berdasarkan urgensinya dalam kaitan dengan ada-tidaknya Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksudkan dalam Surat Tugas kepada Ahli Bahasa, Data Transkrip yang dipandang relevan untuk dianalisis menurut Ahli, yakni: (1) Transkrip Pembicaraan 01 Berdasarkan Rekaman Audio File : Voice 006NTT1.m4a, tanggal 17 Desember 2019; (2) Transkrip Percakapan 02 Berdasarkan Rekaman Audio File Voice008NTT1.m4a, tanggal 23 Desember 2019; dan (3) Transkrip Percakapan 03 Berdasarkan Rekaman Audio File : Suara 008 NTT New.m4a, tanggal 17 Februari 2020, Tempat Rumah Pribadi Pembicara 1.
HASIL ANALISIS TINDAKAN VERBAL
Data Percakapan dikutip dari Transkirpnya dan dipilah ke dalam segmen-segmen sesuai dengan rangkuman gagasan, baik yang tersurat (tertulis) maupun yang tersirat. Kutipan data transkrip bersifat terfokus yang dapat dikonfirmasi ke Data Asli Rekaman audionya. Berdasarkan waktu (tempus) yang tertera pada transkrip, maka urutan analisis, seperti berikut ini.
1) Percakapan Tanggal 17 Desember 2019, Kode Transkrip 01 Berdasarkan Rekaman Audio File : Voice 006NTT1.m4a
SEGMEN 1
Pada SEGMEN 1 ini difokuskan pada pembicaraan antara KOMUT, DIRUT, REINALD (Reinald Kandijo), dan PSP perihal rencana pembuatan Laporan Akhir Tahun per Desember (2019) yang seharusnya dibuat sesudah Desember, seperti yang disampaikan oleh KOMUT: “Ia tapi kan harus lewat Desember”, sebagai reaksi terhadap pernyataan REINALD: “Kalau misalkan minggu ini kita tutup pasti bukunya bersih”. Tersirat maksud membebaskan laporan akhir tahun itu dari NPL (Non Performing Loan) atau kredit bermasalah sebesar 4,2. Hal tersurat pada pernyataan KOMUT: “ini kita bersihkan, makanya lewat laporan tahunan, baru pengajuan baru, sekarang begini NPL 4,2, Pak Gub, anggap ini bersih”. REINALD mengatakan: “Ini kan nda masuk NPL”. KOMUT membantah: “Masuk! Kol 2”, dan DIRUT membenarkan itu, bahwa NPL 4,2 masuk Kol 2. REINALD mengatakan bahwa NPL 4,2 termasuk Kol 3. KOMUT secara retoris bertanya, “Ia Sorry, bukan beban CKPN-nya sudah ada?” Tersirat maksud bahwa CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) sudah dibentuk untuk 17 miliar. KOMUT mengatakan bahwa OJK sedang menyoroti NPL. Percakapan tentang NPL dan Kol(ektibilitas) dan CKPN menyiratkan adanya proses kredit yang dalam percakapan tidak diungkapkan secara eksplisit. Hal kredit ini secara tersirat tampak dalam pernyataan PSP: “....apa gue punya harta lain gue taruh, itu aja, karena kalu bagi Gue ini dia macet pun dia dalam keadaan kita bisa ambil barang, kita bisa jual, beres kan?”. Maksud pernyataan PSP ini, bahwa kredit diberikan dan jika peminjam tidak bisa bayar, sita asetnya. PSP mengingatkan perlu adanya toleransi tertentu di dalam memproses pengajuan kredit seraya memmbandingkan Bank Pembangunan Daerah NTT (Bank NTT) dengan BCA. Bagian kutipan pembicaraan PSP berikut ini menegaskan tentang maksud toleransi, PSP: “....toleransi tertentu dengan catatan kita pegang orang, tapi kalau bank lu bank BCA, no wonder”. Frasa pegang orang dalam kutipan pembicaraan PSP ini bermakna kolusi. Kelanjutan dari pembicaraan PSP tersirat maksud bahwa sedang diproses pinjaman 30 miliar, sementara sudah ada pinjaman 100 miliar yang sudah bermasalah yang tidak diketahui oleh PSP. Dengan demikian total kredit sebesar 130 miliar seperti yang diasmpaikan DIRUT: “130”. PSP menyebut nama Thalib terkait adanya sejumlah dana yang tersimpan di Bank Mandiri agar segera dikeluarkan, PSP: “Lu siapin ini nanti kita ngomong dengan Mandiri kalu nggak bisa tumpuk jadi bau. Karena orang ngejar-ngejar pasti orang akan tau itu ada saya. Di situ walaupun bukan nama saya”. Tersirat maksud bahwa sejumlah dana di Bank Mandiri atas nama Thalib, namun sesungguhnya adalah dana milik PSP. Hal itu pula yang menjadi kendala sehingga DIRUT mengatakan: “Jadi mungkin ijin. Nanti mungkin mohon rapikan ini semua”. Kata rapikan dalam kutipan ini bermakna harapan DIRUT agar proses kredit yang sedang diperbincangkan itu harus memenuhi syarat akuntabilitas. PSP kembali menegaskan: “Tapi saya betul-betul nggak tau 100 itu sudah keluar”.
SEGMEN 2
Data Percakapan SEGMEN 2 memperlihatkan peran PSP, KOMUT dan DIRUT. Gagasan utama segmen ini ialah jaminan kredit yang tidak memadai yang berdampak pada NPL (kredit bermasalah) sebagaimana tampak pada percakapan berikut ini. PSP berbicara soal pencairan (dana pinjaman), dan direspon oleh KOMUT: “Apa? Bikin pencairan apa?” DIRUT merespon dan mengatakan: “Besok masih persiapan dia punya administrasi, dia datang dulu, selesaikan semua supaya bisa”.
“....Tidak, maksudnya masih banyak hal termasuk jaminan”. DIRUT terus mengingatkan para pelibat pembicaraan bahwa proses pengajuan dan pencairan kredit harus memerhatikan ketentuan, termasuk nilai jaminan yang harus didasarkan pada taksasi/ perkiraan terbaru. Dalam percakapan DIRUT juga menyinggung soal pengikatan sebagai persyaratan administrasi. KOMUT lalu mengingatkan Reinald bahwa jangan menggampangkan persyaratan administrasi karena Manajemen Risiko akan buat daftar cek sehingga dokumen yang tidak lengkap akan mudah terdeteksi, KOMUT: “Kan nanti lu lihat semua, begini ya Reinald, contoh lu mau gampangin ya, nanti Manajemen Risiko akan bikin ceklist, ini nggak lengkap, ini nggak lengkap, jadi high risk”. Pernyataan ini mengandung maksud bahwa KOMUT respek terhadap kelengkapan administrasi jika akan mencairkan dana kredit. Di samping itu, akspresi kebahasaan oleh KOMUT juga menggambarkan sikap kehati-hatian. DIRUT pada bagian lain dari percakapan di segmen ini mengungkapkan keinginannya untuk membuat Bank Pembangunn Daerah NTT menjadi lebih baik. DIRUT: “Kita mau bikin lebih baik..”, yang langsung disambung oleh KOMUT: “Kita mau bikin lebih baik, Pak Gub”. Upaya untuk menjadi lebih baik (perbaikan) tersirat dalam beberapa bagian percakapan yang menyoroti beberapa kondisi, yakni: Jaminan (harus memadai), NPL (terus dikurangi), KYC (kenal kostumer secara baik, terutama rekam jejaknya).
2) Percakapan Tanggal 23 Desember 2019, Berdasarkan Rekaman Audio File: Voice008NTT1.m4a
SEGMEN 1
Gagasan utama dalam SEGMEN 1 adalah PSP menghendaki DIRUT diistirahatkan (=diberhentikan), sebagaimana tersirat dalam pernyataan PSP berikut: “....saya minta NPL kamu bereskan, itu kalu tidak beres kamu istirahat....”. Penggalan percakapan ini menyiratkan bahwa jika NPL (kredit bermasalah) tidak bisa diselesaikan oleh DIRUT, maka DIRUT diberhentikan atas kehendak PSP. PSP menegaskan bahwa semua keputusan DIRUT harus sepengetahuan seluruh Direksi secara kolektif kolegial. Bukan hanya soal NPL, PSP juga menghendaki DIRUT diistirahatkan jika laba bersihnya tidak mencapai 500 miliar sebagaimana kutipan pembicaraan PSP: “....NPL-nya kalau tidak sampai lima ratus kamu mundur, dan kalau apa laba bersihnya”. PSP memperlihatkan pilihan gaya bahasa koreksio, bahwa yang dimasudkan dengan lima ratus ialah laba bersih (lima ratus miliar), dan bukan besaran NPL. DIRUT dengan nada memelas mengatakan: “Ijin, beta kan baru setengah tahun” yang menyiratkan pandangan DIRUT perihal ketidakseimbangan antara kinerja dalam memeroleh laba bersih sebesar lima ratus miliar dengan masa jabatan sebagai DIRUT yang baru setengah tahun. Namun, PSP menegaskan kehendaknya untuk mengistirahtkan Dirut dengan mengatakan: “Ini perintah. Kamu tidak punya kemampuan, kepemimpinan....Lu jangan bercanda sama saya....menurut kau, kau siapa? Lu mundur, ini perintah PSP...kau berhadapan dengan PSP....Lu tidak boleh sentuh siapa pun Direksi di situ... semua Direksi dalam keadaan standby dan berhadap-hadapan dengan kamu, itu perintah saya kemarin”. Penggalan pembicaraan PSP ini menggambarkan sikap arogan dan sewenang-wenang meskipun PSP mengetahui dan memahami secara baik bahwa ada mekanisme dan prosedur baku yang harus dilalui jika ingin memberhentikan DIRUT sebelum masa jabatannya berakhir. Tersirat pula makna menghasut oleh PSP yang ditujukan kepada para direksi agar melawan/ membangkang kepada DIRUT, dengan bagian pembicaraan ... standby dan berhadap-hadapan dengan kamu; terdapat tindakan membenturkan DIRUT dengan para Direksi, yang menyiratkan upaya delegitimasi DIRUT. DIRUT berada pada posisi tidak berdaya dan beberapa kali meminta PSP untuk memberikannya kesempatan/ waktu untuk (menjabat) agar dapat menyelesaikan NPL dan mengakselerasi perolehan laba maksimal perusahan (Bank). Ketidakberdayaan yang diekspresikan secara verbal oleh DIRUT tidak digubris oleh PSP. PSP menegaskan: “Seluruh kredit karena itu saya incharge, saya anggap saya minta tolong distop”. Maksudnya, seluruh kredit menjadi tanggung jawab PSP. Permintaan tolong PSP kepada DIRUT untuk memroses hingga pencairan kredit nasabah peminjam dengan cara fight yang ditengarai menyalahi prosedur dan dipertanyakan oleh OJK dihentikan, diganti dengan perintah kepada Reinald untuk membereskan kredit dengan mengambil dari Bank Artha Graha. PSP bahkan menilai secara sepihak (berdasarkan pembicaraan per telepon) terhadap DIRUT sebagai sosok yang bukan kelas seorang pemimpin, kehilangan kepemimpinan, dan tidak ada gunanya. Percakapan yang tidak seimbang karena PSP terus “menekan” dan DIRUT menjadi seperti “orang dalam tekanan” sepanjang SEGMEN 1 tampak pada saat DIRUT meminta waktu bicara, “Bapak kasih waktu saya, saya omong sedikit” langsung dikunci oleh PSP dengan jawaban: “Itu sudah cukup, itu perintah saya kemarin”. Jalan keluar yang diajukan oleh DIRUT dengan menghubungi KOMUT untuk menanggapi PSP agar dukungan kepada PSP dijamin aman, dijawab secara tegas oleh PSP: “Saya sudah bilang Izhak, beta tidak diskusi itu lagi Izhak, tidak diskusi itu lagi”
SEGMEN 2
Dalam SEGMEN 2 ini tersirat gagasan pokok mengenai upaya DIRUT untuk mencairkan kebekuan suasana percakapan. DIRUT terus memohon pertimbangan PSP untuk memberikan DIRUT waktu agar dapat memroses kredit sebagaimana yang sedang diperbincangkan bersama PSP. Meskipun demikian, DIRUT tetap mengedepankan prinsip keamanan, baik untuk PSP, DIRUT maupun KOMUT dengan memroses kredit secara tidak melanggar uuketentuan perbankan, antara lain dengan meminta surat dari Dewan Komisaris (dalam hal ini KOMUT). Menurut DIRUT, jika ada surat dari Komisaris, DIRUT akan segera memrosesnya. Upaya DIRUT untuk mencairkan kebekuan suasana pembicaraan dengan PSP ternyata tidak berhasil. DIRUT, karena niat baiknya menjaga keamanan bersama DIRUT, KOMUT dan PSP (dari jeratan hukum) dan menjaga Bank (PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tengara Timur) kembali tidak dipedulikan oleh PSP. PSP bahkan secara retoris bertanya: “Lu berani-berani bilang jaga saya?” Maksud pernyataan ini ialah DIRUT tidak pantas mengatakan menjaga PSP. PSP tampak sangat marah dan menyapa DIRUT dengan kata monyet, seperti ekspesi verbal berikut: “Hai monyet, saya jaga lu, bukan lu yang jaga saya”. Terdapat penggunaan diksi monyet (merujuk ke DIRUT) yang mengandung kekerasan verbal. PSP melanjutkan dengan mengatakan bahwa PSP bisa takeover (ambil alih) dan bisa mengurus semuanya, termasuk mengurus bank besar. PSP melanjutkan dengan mengatakan: “....Kau jangan datang ajar saya, nanti saya tampar kau di sini nanti” sebagai ekpsresi kemarahan yang luar biasa. Terdapat ancaman secara fisik yang tersirat di dalam klausa ....nanti saya tampar sama kau. Meskipun dijawab DIRUT: “Siap salah”, PSP tetap pada sikap ingin mengistirahatkan (=memberhentikan) DIRUT, dengan mengatakan: “....kau siap-siap kalau kau nggak perform, berhenti”. DIRUT mengatakan “Beri waktu saya”, sontak dijawab PSP dengan penjelasan panjang lebar tentang beberapa hal yang dapat disarikan sebagai berikut: bank pasti ada macet, ada rusak tapi diselesaikan (solve the problem), harus ada keberanian meminjamkan dan ada pula keberanian untuk menagih (kembali), ciri pemimpin ialah dia (berani) ambil risiko, dan semua yang disampaikan Gubernur (PSP) bersifat perintah. DIRUT konsisten dengan sikap merendah dan mengatakan: “Minta maaf, Bapak”. Namun PSP kembali mengatakan: “Saya sudah tidak tertarik sama kamu lagi, Izhak”. DIRUT selanjutnya meminta kesempatan lagi, karena baru 6 bulan menjabat agar bisa berbenah, namun PSP kembali menjelaskan secara panjang lebar soal keberanian mengambil risiko, PSP siap meng-endoors atas dasar percaya kepada DIRUT, dan jika mentok, PSP akan intervensi, dan selanjutnya secara retoris PSP bertanya, “Kelas Viktor Laiskodat lu tidak percaya bisa bayar?” DIRUT kemudian mengatakan: “Saya sudah siap eksekusi”. Ketika ditanya ulang oleh PSP tentang kesiapan DIRUT untuk mengeksekusi, DIRUT tetap pada sikap semula, yakni mengesekusi dengan syarat, jika Juvi sebagai KOMUT memberikan rekomendasi barulah DIRUT mengeksekusi. Pada SEGMEN ini terdapat sejumlah pengulangan semantis yang pada prinsipnya mengandung makna dan menyiratkan maksud yang sama dengan bagian yang sudah dianalisis oleh Ahli Bahasa sebelumnya.
(3) Percakapan 17 Februari 2020, Berdasarkan Rekaman Audio File: Suara 008 NTT New.m4a
SEGMEN 1
Perbicaraan perihal proses kredit antara PSP dan KOMUT yang meningkat tensinya menjadi seperti perdebatan. KOMUT meminta PSP mendengarkan dulu penjelasannya ihwal adanya surat kaleng yang mengarah kepada PSP, KOMUT, dan DIRUT yang bermakna peringatan (warning) tentang kredit yang tidak prosedural. PSP secara tersirat mengatakan bahwa kalaupun kreditnya keluar, KOMUT akan menerima fee, yang dibantah oleh KOMUT bahwa KOMUT dan DIRUT tidak ada masalah dengan proyek, dan yang terpenting ialah prosedur pengajuan dan persetujuan kredit dimaksud harus sesuai dengan ketentuan. PSP menjawab: “Saya anggak pusing....” PSP mulai menampilkan diksi yang menunjukkan power dengan menggunakan kata Lu, dan dilanjutkan dengan “....ini perintah PSP....”, maksudnya perintah untuk menyetujui kredit yang diajukan oleh nasabah peminjam. PSP mengatakan: “Udah lu jalanin, kalau ada apa-apa (maksudnya kalau macet kreditnya), gue yang pikul”. “Udah lu bilang ini perintah Gubernur, udah!” Perintah dimaksud berkaitan dengan Pergub sehingga pada bagian percakapan tertentu PSP mengatakan akan “pasang badan”. KOMUT mengungkapkan bahwa KOMUT tidak berani, dan mengatakan: “...saya ndak tau DIRUT, terserah”. Dari percakapan PSP dan KOMUT tersirat maksud bahwa ada ketidaksesuaian antara besarnya pinjaman 100 miliar dengan jaminan/ agunan yang diajukan. Aset yang disebut sebagai jaminan ternyata tidak dijaminkan, dan hal ini dibenarkan oleh DIRUT ketika ditanya oleh PSP: “Dirut, ini tempat itu ini tidak dijaminkan?”, Jawab DIRUT singkat: “Tidak!” Kalaupun tempat itu dijaminkan, menurut KOMUT jaminan itu sangat kecil nilainya dibandingkan dengan jika pinjaman yang dikucurkan sebesar 100 miliar.
SEGMEN 2
Pembicaraan seputar sikap OJK yang mempertanyakan besar pinjaman, omset, dan jaminan yang menurut KOMUT, KOMUT dan DIRUT tdak bisa menjawab. KOMUT mengatakan: “Kita kalau mau tutup-tutupi juga nggak bisa. Bingung saya Pak!” Pernyataan KOMUT ini menyiratkan maksud bahwa ada ketidakberesan (proses) kredit yang diajukan oleh nasabah peminjam. PSP menghendaki fight (setujui dan cairkan pinjaman), sebaliknya KOMUT menghendaki (bersama DIRUT) mencari solusi agar pencairan dilakukan sesuai dengan ketentuan perbankan. PSP mengatakan: “Lu berdua kalau ini barang keluar kita, kita atur”. Frasa “barang keluar” berarti ‘pinjaman dicairkan’. Pernyataan PSP tersebut menyiratkan maksud bahwa “ada iming- iming yang mengarah pada meniati persekongkolan” jika KOMUT dan DIRUT mau memilih fight. KOMUT yang sejalan dengan DIRUT memilih untuk tetap menghendaki “mencari solusi”, dengan mengedepankan proses yang tidak menyalahi ketentuan perbankan, yang juga menjadi atensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KOMUT sampai pada kebuntuan pikiran dan mengatakan: “...udah Reinald aja jadi Dirut atau apa Komutlah, dia yang tanda tangan ini barang kalau berani, ngga apa Pak. Kita mundur Pak, ekstrimnya gitu, Pak”. Tersirat adanya tekanan yang demikian kuaat dari PSP sehingga KOMUT ingin membebaskan dirinya dengan meminta mengundurkan diri.
SIMPULAN
(1) Percakapan Tanggal 17 Desember 2019, Berdasarkan Rekaman Audio File: Voice 006NTT1.m4a
SEGMEN 1
Para pelibat pembicaraan, terutama PSP, KOMUT, DIRUT dan REINALD mencoba menyinkronkan NPL dan CKPN agar tidak teridikasi adanya kredit bermasalah dalam Laporan Akhir Tahun 2019
SEGMEN 2
KOMUT dan DIRUT tetap bersikap taat pada mekanisme dan prosedur kredit yang tidak melanggar ketentuan perbankan, dan terus berupaya agar Bank Pembangunan Daerah NTT menjadi lebih baik dalam pengelolaannya
(2) Percakapan 23 Desember 2020, Berdasarkan Rekaman Audio File: Voice008NTT1.m4a
SEGMEN 1
a. Sikap arogan PSP yang ingin memberhentikan DIRUT jika tidak mampu mengatasi masalah NPL (Non Perfoming Loan) atau kredit bermasalah dan tidak mampu menghasilkan laba bersih sebesr 500 miliar dengan masa jabatan DIRUT yang baru 6 (enam) bulan
b. Ajakan PSP kepada Dewan Direksi untuk berseberangan (=membangkang) terhadap DIRUT
c. Kredit yang oleh PSP diperintahkan untuk dicairkan oleh DIRUT akan menjadi tanggung jawab PSP karena DIRUT dipandang tidak mampu fight
SEGMEN 2
a. Ekspresi kebahasaan PSP mengandung kekerasan verbal berupa penghinaan dengan menggunakan diksi “monyet” yang merujuk kepada DIRUT, dan pengancaman fisik dengan menggunakan diksi “tampar” yang ditujukan kepada DIRUT
b. PSP tidak lagi meminta tolong kepada DIRUT untuk proses pencairan kredit, dan PSP siap bertanggung jawab selanjutnya untuk proses dimaksud
(3) Percakapan 17 Februari 2020, Berdasarkan Rekaman Audio File: Suara 008 NTT New.m4a
SEGMEN 1
a. PSP menyatakan “pasang badan” dan bertanggung jawab (incharge) jika kredit yang tengah diproses menemui masalah
b. Kredit bermasalah dalam proses tersebut sebenarnya sudah diidentifikasi, terutama soal pinjaman besar, jaminan kecil (tidak seimbang), dan karena itu KOMUT tidak sependapat dengan PSP.
c. PSP sebagai atasan KOMUT menggunakan kekuasaan kewenangannya sebagai PSP dan sekaligus sebagai Gubernur memerintahkan KOMUT untuk menyetujui kredit yang masalahnya sudah teridentifikasi yang berpotensi melanggar ketentuan perbankan.
SEGMEN 2
a. Sikap berbeda antara KOMUT dan PSP dalam hal menyetujui dan mencairkan pinjaman. KOMUT menghendaki mencari solusi dahulu agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, sebaliknya PSP menghendaki cairkan dulu dengan diksi fight.
b. Terdapat ekspresi kebahasaan oleh PSP yang memberi iming-iming (tertentu) kepada KOMUT jika KOMUT mau mencairkan pinjaman.
c. Konsisten dengan sikap mencari solusi agar syarat pengajuan dan pencairan kredit tidak bertentangan dengan ketentuan perbankan, KOMUT kemudian meminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KOMUT.
PENUTUP
Demikian Analisis Tindakan Verbal sebagai Keterangan Ahli ini dibuat dengan sebenar-benarnya berdasarkan azas-azas keilmuan Linguistik (Ilmu Bahasa), secara objektif, bebas dari kepentingan apa dan mana pun, dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntbel) untuk dapat dipertimbangkan sebagai Bukti Surat guna melengkapi gugatan perdata oleh Sdr. Izhak Eduard sesuai dengan permintaan dan peruntukannya.
Prof. Dr. Drs. Simon Sabon Ola, M.Hum. saat dihubungi wartawan media ini untuk mendapat penjelasan (sesuai dengan hasil kajian analisis tindakan Verbal dalam rekaman Izhak Eduard Rihi), menolak untuk memberikan komentar.
Prof.Dr.Drs.Simon Sabon Ola, M.Hum., Pakar/ Ahli Bahasa, yang bulan Agustus 2023 yang lalu diyudicium sebagai Sarjana Hukum pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIKUM) Prof. Yohanes Usfunan, S.H.,M.H. hanya menerangkan bahwa, ia melakukan kajian sesuai permintaan dan tujuan dari permintaan tersebut, dan semua sudah diaktakan serta diserahkan ke majelis hakim, silahkan majelis hakim untuk menilai, dan apabila diperlukan, maka dirinya bersedia untuk memberikan kesaksian di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang. (#PaulAdrianAmalo)